Oleh: Dr. Silmy Karim, M.Ec.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menegaskan, kita menganut sistem pertahanan semesta yang mencakup konsep pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 menyebutkan, kesemestaan mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.
Sistem pertahanan ini tecermin dalam strategi pertahanan nasional yang secara garis besar bertumpu pada nilai untuk mempertahankan diri dari ancaman dan gangguan yang bisa mengganggu kedaulatan negara dan mengancam keselamatan warga negara. Konsepsi penting yang mewarnai strategi pertahanan adalah aspek penguasaan teknologi.
Teknologi memainkan peranan penting dalam kekuatan pertahanan suatu negara. Penguasaan teknologi modern bisa mengubah struktur, postur, bahkan strategi pertahanan suatu negara. Semakin maju teknologi yang dikuasai, penentuan struktur, postur, dan strategi pertahanan akan semakin efisien dan efektif.
Dalam konteks itulah, Rencana Pengembangan Postur Alat Utama Sistem Senjata dan Industri Pertahanan yang disusun pemerintah secara tegas mengaitkan rencana pengembangan postur alat utama sistem senjata (alutsista) dengan program pencapaian kemandirian indhan sebagai bagian dari upaya penguasaan teknologi.
Pengembangan indhan sengaja tidak hanya diarahkan memiliki kemampuan untuk memproduksi peralatan militer, seperti medium tank, roket, pesawat tempur, dan kapal selam, guna mendukung postur kekuatan pertahanan yang ideal, serta mendorong indhan yang mandiri dan berkemampuan teknologi tinggi, tetapi juga menjadikan sektor industrial pertahanan sebagai salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
Pada 2009, anggaran pertahanan kita masih sekitar Rp 33,6 triliun. Jumlah ini naik hampir tiga kali lipat menjadi Rp 95 triliun pada 2014. Meski mengalami peningkatan signifikan, anggaran pertahanan kita masih kurang kompetitif dibandingkan dengan negara lain.
Saat ini, anggaran pertahanan kita di level sekitar 0,8 persen dari PDB. Lebih rendah dibandingkan dengan banyak negara, bahkan dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura yang sudah di atas 2 persen dari PDB.
Namun, bukan berarti jika anggaran diperbesar semua persoalan indhan akan selesai. Bagaimanapun pemerintah tetap harus mendukung industri lewat kebijakan dan regulasi. Indhan butuh kepastian perencanaan pemerintah untuk menyiapkan fasilitas produksi, menghitung kapasitas, menyisihkan sejumlah sumber daya finansial, serta memfokuskan usaha pada aktivitas riset dan pengembangan tertentu untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pemerintah. Seterang matahari Karakter pasar pertahanan yang khusus juga harus dipertimbangkan.
Di pasar komersial, peningkatan supply dan demand sangat berkorelasi dengan level harga.
Sementara di sektor pertahanan, jumlah pemesanan dari pemerintah tidak sensitif terhadap penurunan harga dan kenaikan karena dilandasi pada penghitungan kebutuhan, proyeksi struktur angkatan bersenjata, dan kapabilitas dari sistem persenjataan yang diinginkan. Dengan kondisi ini, perusahaan hanya memiliki sedikit insentif pasar untuk lebih efisien demi memangkas harga.
Salah satu insentif yang bisa diciptakan untuk indhan dalam negeri adalah memperbesar kemungkinan mendapat kontrak lewat kebijakan keberpihakan negara terhadap indhan-nya.
Roh dari seluruh dukungan yang diharapkan dari pemerintah sesungguhnya adalah kepercayaan terhadap industri untuk dapat mengembangkan diri menjadi lebih efisien dan inovatif.
Kekuatan pertahanan yang tercipta dari impor senjata adalah semu.
Jadi, sudah seterang matahari: kekuatan pertahanan yang digdaya dan strategis bagi bangsa hanya lahir dari kemandirian dan kerja keras.